DESAIN PENELITIAN CROSSECTIONAL DAN CASE CONTROL
A. Ruang Lingkup Penelitian Cross Sectional
Studi
cross sectional adalah suatu penelitian yang menggunakan rancangan atau
desain observasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Semua pengukuran variabel (dependen dan indpenden) yang diteliti dilakukan pada waktu yang sama
2. Tidak ada periode follow-up
3. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prevalensi penyakit tertentu
4. Pada penelitian ini tidak terdapat kelompok pembanding
5. Hubungan sebab- akibat hanya merupakan perkiraan saja
6. Penelitian ini dapat menghasilkan hipotesis
7. Merupakan penelitian pendahuluan dari penelitian analitis
Cross
sectional dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan tujuan penelitian
dan subjeknya baik komunitas, institusi, klinik, dll. Cross sectional berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data prevalensi. Tetapi studi potong-lintang dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-penyakit, meskipun bukti yang dihasilkan tidak kuat untuk menarik kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit, karena tidak dengan desain studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.
Studi potong lintang (cross sectional) bersifat non-directional sebab hubungan antara paparan dan penyakit pada populasi diteliti pada satu waktu yang sama. Cara studi potong lintang meneliti hubungan antara paparan dan penyakit:
1. Membandingkan prevalensi penyakit pada berbagai subpopulasi yang berbeda status paparannya;
2. Membandingkan status paparan pada berbagai subpopulasi yang berbeda status penyakitnya.
Frekuensi penyakit dan paparan pada populasi diukur pada saat yang sama, maka data yang diperoleh merupakan prevalensi (kasus baru dan lama), bukan insidensi (kasus baru saja), sehingga studi potong lintang
disebut juga studi prevalensi, atau survei. Pada studi potong lintang,
karena bersifat “non-directional”, peneliti tidak bisa menghitung insidensi (kasus baru), yang menunjukkan risiko terjadinya penyakit dalam suatu periode waktu. Jadi pada studi potong lintang, peneliti tidak bisa menghitung risiko dan risiko relatif (RR). Data yang diperoleh studi potong lintang adalah prevalensi, terdiri atas kasus baru dan lama. Prevalensi adalah jumlah kasus yang ada di suatu saat dibagi dengan jumlah populasi studi. Jika prevalensi penyakit pada kelompok terpapar dibagi dengan prevalensi penyakit pada kelompok tak terpapar, maka diperoleh Prevalence Ratio (PR). Demikian pula jika odd penyakit pada kelompok terpapar dibagi dengan odd penyakit pada kelompok tak terpapar, diperoleh Prevalence Odds Ratio (POR).
1. Tujuan Studi Cross Sectional
Secara garis besar, tujuan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut
a. Penelitian cross sectional
digunakan untuk mengetahui masalah kesehatan masyarakat di suatu
wilayah, misalnya suatu sampling survey kesehatan untuk memperoleh data
dasar untuk menetukan strategi pelayanan kesehatan atau digunakan untuk
membandingkan keadaan kesehatan masyarakat disuatu saat
b. Penelitian dengan pendekatan cross sectional digunakan untuk mengetahuiprevalensi penyakit tertentu di
suatu daerah tetapi dalam hal- hal tertentu prevalensi penyakit yang
ditemukan dapat digunakan untuk mengadakan estimasi insidensi penyakit
tersebut. misalnya penyakit yang menimbulkan bekas sepertivariola karena
dari bekas yang ditinggalkan dapat diperkirakan insidensi
penyakittersebut dimasa lalu tetapi akan sulit memperkirakan insidensi
berdasarkan bekas yang ditinggalkan bila bekas tersebut tidak permanen.
c. Penelitian cross sectional
dapat digunakan untuk memperkirakan adanya hubungan sebab akibat bila
penyakit itu mengalami perubahan yang jelas dan tetap,
misalnyapenelitian hubungan antara golongan darah dengan karsinoma
endometrium
Bila perubahan yang terjadi tidak jelas dan tidak tetap seperti penyakit yang menimbulkan perubahan biokimia atau perubahan fisiologi dilakukan penelitian cross sectional
karena pada penelitian ini sebab dan akibat ditentukan pada waktu yang
sama dan antara sebab akibat dapat saling mempengaruhi misalnya hubungan
antara hipertensi dengan tingginya kadar kolesterol darah.
d. Penelitian cross sectional dimaksudkan untuk memperoleh hipotesis spesifik yang akan diuji melalui penelitian analitis, misalnya dalam suatu penelitian cross sectional
di suatu daerah ditemukan bahwa sebagian besar penderita diare
menggunakan air kolam sebagai sumber air minum. Dari hasil ini belum
dapat dikatakan bahwa air kolam tersebut factor resiko timbulnya diare,
tetapi penemuan tersebut hanya merupakan suatu perkiraan atau hipotesis
yang harus diuji melalui penelitian analitis.
2. Langkah-langkah Studi Cross Sectional
Untuk melakukan penelitian dengan pendekatan cross sectional dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Identifikasi dan perumusan masalah
Masalah yang akan diteliti harus diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas agar dapat ditentukan tujuan penelitian dengan jelas
Identifikasi
masalah dapat dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap insidensi
dan prevalensi berdasarkan catatan yang lalu untuk mengetahui secara
jelas bahwa masalah yang sedang dihadapi merupakan masalah
yang penting untuk diatasi melalui suatu penelitian. Dari masalah
tersebut dapat diketahui lokasi masalah tersebut berada.
b. Menetukan tujuan penelitian
Tujuan
penelitian harus dinyatakan dengan jelas agar orang dapat mengetahui
apa yang akan dicari, dimana akan dicari, sasaran, berapa banyak dan
kapan dilakukan serta siapa yang melaksanakannya.
Sebelum
tujuan dapat dinyatakan dengan jelas, hendanya tidak melakukan tindakan
lebih lanjut. Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam
suatu penelitian karena dari tujuan ini dapat ditentukan metode yang
akan digunakan.
c. Menentukan lokasi dan populasi studi
Dari tujuan penelitian dapat diketahui lokasi penelitian dan ditentukan pula populasi studinya. Biiasanya, penelitian cross sectional
tdak dilakukan terhadap semua subjek studi, tetapi dilakukan kepada
sebagian populasi dan hasilnya dapat diekstrapolasi pada populasi studi
tersebut.
Populasi
studi dapat berupa populasi umum dan dapat berupa kelompok populasi
tertentu tergantung dari apa yang diteliti dan di mana penelitian
dilakukan
Agar
tidak terjadi kesalahan dalam pengumpulan data, sasaran yang dituju
yang disebut subjek studi harus diberi criteria yang jelas, misalnya
jenis kelamin, umur, domisili, dan penyakit yang diderita. Hal ini
penting untuk mengadakan ekstrapolasi hasil penelitian yaitu kepada
siapa hasil penelitian ini dilakukan
d. Menentukan cara dan besar sampel
Pada penelitian cross sectional
diperlukan perkiraan besarnya sampel dan cara pengambilan sampel.
Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus Snedecor dan
Cochran berikut.
1) Untuk data deskrit
n= besar sampel
p= proporsi yang diinginkan
q= 1-p
Z= simpangan dari rata- rata distribusi normal standard
L= besarnya selisih antara hasil sampel dengan populasi yang masihh dapat diterima
2) Untuk data kontinyu
S2= varian sampel
Cara
pengambilan sampel sebaiknya dilakukan acak dan disesuaikan dengan
kondisi populasi studi, besarnya sampel, dan tersediannya sampling frame yaitu daftar subjek studi pada populasi studi.
e. Memberikan definisi operasional
f. Menentukan variable yang akan diukur
g. Menyusun instrument pengumpulan data
Instrument
yang akan digunakan dalam penelitian harus disusun dan dilakukan uji
coba. Instrument ini dimaksudkan agar tidak terdapat variable yang
terlewatt karena dalam instrument tersebut berisi semua variable yang hendak diteliti
Instrument
dapat berupa daftar pertanyaan atau pemeriksaan fisik atau laboratorium
atau radiologi dan lain- lain disesuaikan dengan tujuan penelitian
h. Rancangan analisis
Analisis
data yang diperoleh harus sudah dirrencanakan sebelum penelitian
dilaksanakan agar diketahui perhitungan yang akan digunakan. Rancangan
analisis harus disesuaikan dengan tujuan penelitian agar hasil
penelitian dapat digunakan untuk menjawab tujuan tersebut.
3. Keuntungan dan Kekurangan Cross Sectional
Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan cross sectional mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian sebagai berikut.
Keuntungan dari cross sectional yaitu :
- Mudah untuk dilaksanakan
- Hasil segera diperoleh
- Dapat menjelaskan hubungan antara fenomena kesehatan yang diteliti dengan faktor-faktor terkait (terutama karakteristik yang menetap)
- merupakan studi awal dari suatu rancangan studi kasus-kontrol maupun kohort
- Dalam penelitian epidemiologi, pendekatan cross sectional merupakan cara yang cepat dan murah untuk mendeteksi adanya kejadian luar biasa
- Penelitian cross sectional dapat menghasilkan hipotesis spesifik untuk penelitian analitis (baseline information).
- Pendekatan cross sectional dapat digunakan untuk mengetahui prevalensi penyakit tertentu dan masalah kesehatan yang terdapat dimasyarakat dan dengan demikian dapat digunakan untuk menyusun perencanaan pelayanan kesehatan
- Memudahkan pengumpulan data dalam waktu relative singkat
Disamping beberapa keuntungan yang telah disebutkan di atas, penelitian dengan pendekatan cross sectional tidak luput dari beberapa kerugian berikut
- Hanya kasus prevalens atau yang tidak terkena dampak tertentu yang diteliti
- Membutuhkan skema sampling yang terencana baik sehingga dapat memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk terpilih
- Penelitian cross sectional tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu
Untuk mengatasi kelemahan ini dapat dilakukan dengan mengadakan penelitian cross sectional berulang- ulang agar dapat diketahui perubahan yang terjadi, misalnya perubahan prevalensi penyakit TBC di suatu daerah, tetapi cara ini juga mempunyai kelemahan yaitu pada penelitian berikutnya telah terjadi perubahan dalam
distribusi golongan umur dan orang- orang dengan golongan umur tertentu
yang bukan berasal dari kohort yang sama karena kemungkinan terjadi
migrasi ke dalam atau ke luar.
Contoh
lain adalah survey untuk memperoleh gambaran kesehatan masyarakat
disekitar bendungan yang dilakukan sebelum dan setelah dibangunnya
bendungan PLTA Cirata, Jawa Barat (Eko Budiarto, dkk., 1982). Penelitian ini menggunakan rancangan pre- intervensi dan post intervensi tanpa kelompok kontrol
d. Informasi yang diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali masalah kesehatan yang dicari tidak diperoleh.
- Sulit untuk perhitungan besarnya resiko secara akuran dan sulit menentukan besarnya insidensi penyakit
- Lebih membutuhkan subjek yang lebih besar terutama bila variable yang diteliti cukup banyak
- Tidak dapat digunakan untuk penelitian terhadap penyakit yang jarang dalam masyarakat
B. Ruang Lingkup Penelitian Retrospektif (Kasus Kontrol)
Penelitian retrospektif sering disebut juga penilitian kasus control, ekspos factor dan untuk memudahkan agar tidak terjadi kesalahan maka disarankan untuk menggunakan istilah trohok atau trohoc (Alvan Feinstein) yaitu cohort yang
dibaca dari belkang sesui dengan proses perjalanna penyakit yang
diikuti, sedangkan pada penelitian kohort proses diikuti kedepan artinya
dari factor resiko mencari insidensi, sedangkan penelitian retrospektif
mengikuti proses ke belakang dari penderita pada keadaan awal untuk
mencari factor resiko.
Studi
case control adalah rancangan penelitian epidemiologi yang mempelajari
hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara
membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status
paparannya. Ciri-ciri studi case control adalah pemilihan subyek
berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan apakah
subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.
Karakteristik case control antara lain :
- Merupakan penelitian observasional yang bersifat retrospektif
- Penelitian diawali dengan kelompok kasus dan kelompok kontrol
- Kelompok kontrol digunakan untuk memperkuat ada tidaknya hubungan sebab-akibat
- Terdapat hipotesis spesifik yang akan diuji secara statistik
- Kelompok kontrol mempunyai risiko terpajan yang sama dengan kelompok kasus
- Pada penelitian kasus-kontrol, yang dibandingkan ialah pengalaman terpajan oleh faktor risiko antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol
- Penghitungan besarnya risiko relatif hanya melalui perkiraan melalui perhitungan odds ratio
Studi case control bersifat retrospektif, yang maksudnya adalah jika peneliti menentukan status penyakit dulu, lalu mengusut riwayat paparan ke belakang. Arah pengusutan seperti itu bisa dikatakan “anti-logis”, sebab peneliti mengamati akibatnya dulu lalu meneliti penyebabnya, sementara yang terjadi sesungguhnya penyebab selalu mendahului akibat.
Pada studi kasus kontrol, peneliti menggunakan kasus-kasus yang sudah ada dan memilih kontrol (non-kasus) yang sebanding. Lalu peneliti mencari informasi status (riwayat) paparan masing-masing subjek kasus dan kontrol. Jadi pada studi kasus kontrol peneliti tidak bisa menghitung risiko dan risiko relatif (RR). Sebagai ganti risiko, pada studi kasus kontrol peneliti menggunakan odd. What is
odd? Odd adalah probabilitas dua peristiwa yang berkebalikan, misalnya
sakit verus sehat, mati versus hidup, terpapar versus tak terpapar. Pada studi kasus kontrol, odd pada kasus adalah rasio antara
jumlah kasus yang terpapar dibagi tidak terpapar. Odd pada kontrol
adalah rasio antara jumlah kontrol terpapar dibagi tidak terpapar. Jika
odd pada kasus dibagi dengan odd pada kontrol, diperoleh Odds ratio (OR). OR digunakan pada studi kasus kontrol sebagai pengganti RR.
Jadi
penelitian retrospektif dapat diartikan sebagai suatu penelitian dengan
pendekatan longitudinal yang bersifat observasional mengikuti
perjalanan penyakit ke arah belakang (retrospektif) untuk menguji
hipotesis spesifik tentang adanya hubungan pemaparan terhadap factor resiko dimasa lalu dengan timbulnya penyakit. Dengan kata lain, mengikuti perjalanan penyakit dari akibat ke sebab dengan
membandingkan besarnya pemaparan factor resiko di masa lalu antara
kelompok kasus dengan kelompok control sebagai pembanding. Hal ini
menunjukkan bahwa pada awalnya penelitian terdiri dari kelompok
penderita (kasus) dan kelompok bukan penderita yang akan diteliti
sebagai control.
Uraian diatas secata skematis dapat digambarkan sebagai berikut:
YANG LALU SAAT INI
Mencari pemaparan factor resiko retrospektif kelompok kasus dan control
SEBAB AKIBAT
Kelompok
kasus atau kelompok penderita ialah kelompok individu yang menderita
penyakit yang akan diteliti dan ikut dalam proses penelitian sebagai
subjek studi. Hal ini penting dijelaskan karena tidak semua orang yang
memenuhi criteria penyakit yang akan diteliti bersedia mengikuti
penelitian dan tidak semua penderita memenuhi criteria yang telah
ditentukan.
Kelompok
control ialah kelompok individu yang sehat atau tidak menderita
penyakit yang akan diteliti tetapi memiliki peluang yang sama dengan
kelompok kasus untuk terpajan oleh factor rresiko yang diduga sebagai
penyebab timbulnya penyakit dan bersedia menjadi subjek studi
1. Ciri- Ciri Penelitian Kasus Kontrol/Retrospektif
Penelitian retrospektif memiliki ciri- ciri sebagai berikut:
a. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional
b. Diawali dengan kelompok penderita dan bukan penderita
c. Terdapat kelompok control
d. Kelompok control harus memliki resiko terpajan oleh factor resiko yang sama dengan kelompok kasus
e. Membandingkan besarnya pengalaman terpajan oleh factor resiko antara kelompok kasus dan kelompok control
f. Tidak mengukur insidensi
2. Keuntungan Dan Kerugian Penelitian Kasus Kontrol
Penelitian case control memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
a. Sangat
sesuai untuk penelitian penyakit yang jarang tterjadi atau penyakit
dengan fase laten yang panjang atau penyakit yang sebelumnya tidak
pernah ada
b. Pelaksanaannya relative lebih cepat jika dibandingkan dengan cohort karena pada penelitian case control diawali
dengan penderita yang berarti penyakit yang diteliti telah timbul,
sedangkan pada penelitian cohort, insidensi penyakit yang akan diteliti
harus menunggu cukup lama.
c. Sampel
yang dibutuhkan untuk penelitian case control lebih kecil dari pada
penelitian cohort walaupun digunakan beberapa control untuk satu kasus.
d. Biaya
penelitiannya relative lebih kecil dibandingkan dengan penelitian
cohort karena sampel yang lebih sedikit dan waktu yang lebih singkat
e. Tidak dipengaruhi oleh factor etis seperti penelitian aksperimen
f. Data yang ada mungkin dapat dimanfaatkan terutama bila penelitian dilakukan di rumah sakit
g. Kemungkinan untuk mengadakan penelitian terhadap beberapa factor yang diduga sebagai factor penyebab
Disamping beberapa keuntungan tersebt, terdapat pula beberapa kerugian sebagai berikut:
a. Kesalahan pemilihan kasus yang disebabkan kesalahan dalam diagnose
b. Kesalahan dalam pemilihan control
c. Berpotensi timbulnya bias informasi
d. Validitas adat yang diperoleh tidak dapat dilakukan
e. Pengendalian terhadap factor perancu (confounding factor) sulit dilakukan dengan lengkap
f. Perhitungan resiko relative hanya berupa erkiraan
g. Tidak didapat dilakukan untuk penelitian evaluasi hasil penelitian
3. Pengukuran Odd Rasio (=psi)
Pengukuran
resiko relatif pada penelitian case control tidak dapat dilakukan
secara langsung tetapi hanya berupa perkiraan karena pada penelitian
case control tidak mengukur insidensi tetapi hanya mengukur besarnya
paparan. Secara skematis dapat disajikan dalam bentuk tabel berikut
Penyakit
| ||||
Pemaparan
|
Positif
|
Negative
|
Jumlah
|
Odds penyakit
|
Positif
|
A
|
B
|
m1
|
a/b
|
Negative
|
C
|
D
|
m2
|
c/d
|
Jumlah
|
n1
|
n2
|
N
| |
Odds pemaparan a/c b/d
Odds ratio () (a/b)/(c/d) atau ad/bc
Contoh:
Suatu
penelitian tentang hubungan karsinoma paru- paru dengan rokok yang
dilakukan secara retrospektif dengan mengambil 100 orang penderita Ca
paru- paru sebagai kasus dan 100 orang dengan penyakit lain yang tidak
ada hubungannya dengan Ca paru- paru sebagai kelompok control. Kedua
kelompok disamakan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan social ekonomi
Hasilnya
yang diperoleh adalah pada kelompok kasus dengan 90 orang yang merokok,
sedangkan pada kelompok control terdapat 40 orang yang merokok. Hal ini dapat digambarkan secara skematis dalam bentuk tabel berikut:
Pajanan
|
Kasus
|
Control
|
Perokok
|
90
|
40
|
Bukan perokok
|
10
|
60
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Rate pemaparan pada kelompok kasus= 90/100= 90%
Rate pemaparan pada kelompok control = 40/100= 40%
Odds ratio= (90x60)/(40x 10)= 5400/500= 10,8
Ini
berarti bahwa diperkirakan resiko bagi perokok terkena karsinoma paru-
paru adalah 10,8 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
mendasar dapatlah dikatakan bahwa setiap kejadian/ peristiwa selalu
memiliki kecendrungan untuk diikuti oleh peristiwa berikutnya yang
secara alamiah akan membentuk rantai peristiwa yang berkesinambungan.
Dengan demikian maka beberapa pemikiran dasar di dalam penelitian
epidemiologi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penelitian epidemiologi bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat berdasarkan faktor penyebab ataupun dengan melihat resiko dan akibatnya
2. Penelitian epidemiologi dapat dikatakan merupakan proses yang tidak berakhir
Pengamatanà hipotesis à ujiàmodifikasi hipotesisàpenelitian à hipotesisà pengamatan
3. Penelitian cross sectional merupakan penelitian prevalensi penyakit dan sekaligus dengan prevalensi penyebab/ faktor resiko
4. Penelitian cross sectional bertujuan untuk mengamati hubungan
antara faktor resiko dengan akibat yang terjadi berupa penyakit atau
keadaan (status) kesehatan tertentu dalam waktu bersamaan
5. Penelitian case control
didasarkan pada kejadian penyakit yang sudah ada/sudah terjadi sehingga
memungkinkan untuk dianalisis dua kelompok tertentu yakni kelompok
kasus yang menderita dibandingkan kelompok kontrol yang tidak menderita.
6. Kelebihan
dan kekuranga yang dimiliki ssetiap penelitian memungkinkan peneliti
untuk menentukan jenis penelitian yang tepat bagi penelitiannya
B. Saran
Penelitian
epidemiologi yang tepat adalah penelitian yang menggunakan metode
penelitian yang sesuai dengan jenis penelitiannya, oleh karena itu untuk
dapat melakukan penelitian yang sesuai serta mendapatkan hasil yang
memuaskan maka diperlukan pengetahuan yang lebih mengenai jenis- jenis
metode penelitian epidemiologis.
DAFTAR PUSTAKA
Admin. 2009. ’Dermatosis Penyakit Akibat Kerja’,(on line). Dari http://mitcho.com/code/yarpp/ . (Diakses tanggal 8 September 2010).
Anies. 2005. ‘Penyakit Kulit Akibat Kerja’, (on line). Dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0511/21/ragam01.htm. (Diakses tanggal 28 September 2010).
Anonim. 2010. ‘Konsep Dasar Pruritus’, (on line). Dari http://mvzpry.blogspot.com/2010/03/bab-i-konsep-dasar.html . (Diakses tanggal 28 September 2010).
Anonim. 2010. ’ Kutil (Verruca Vulgaris): Gambaran Klinis dan Diagnosis’, (on line). Dari http://fkunhas.com/kutil-verruca-vulgaris-gambaran-klinis-dan-diagnosis-20100714342.html. (Diakses tanggal 28 September 2010).
Anonim. 2010. ’Pruritus’, (on line). Dari http://kesehatan.myhendra.web.id/2010/06/pioderma.html. (Diakses tanggal 28 September 2010).
Lestari, Cinta. 2008. ’Penyakit Kulit Akibat Kerja’, (on line). Dari http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/26/penyakit-kulit-akibat-kerja/. (Diakses tanggal 28 September 2010).
Murti, Bisma. 2011. Desain Studi. Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sebelas Maret.
Sayogo, savitri. 2009. Studi Cross Sectional/Potong Lintang. Universitas Indonesia.
Program Dokter Universitas Indonesia. 2009. Penelitian Cross Sectional. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/f995ebfc829941e1047cb56e51404db254bf1929.pdf [ di akses tanggal 24 September 2011]
Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. 2001. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Bandung: EGC.
Noor, Noor Nasri. 1996. Dasar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.s
Tidak ada komentar:
Posting Komentar